Minggu, 16 Desember 2012

Waspadai, “Ia” Dapat Mengikis Taslim dan Ittiba’mu!


Sesungguhnya yang selamat agamanya hanyalah orang yang pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, mengembalikan ilmu dari sesuatu yang belum jelas baginya kepada orang yang mengetahuinya. Sesungguhnya Islam berpijak  diatas pondasi peyerahan diri dan kepasrahan.”

Dengan matan ini Imam Abu Ja’far Ath-Thahawiy menegaskan bahwa keislaman seseorang tidak akan benar –meskipun dia mengucapkan dua kalimat syahadat, mengerjakan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan ramadhan dan menunaikan haji ke baitullah- kecuali jika di hatinya ada taslim dan kesanggupan untuk berittiba’ kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sejatinya taslim adalah manifestasi syahadat tauhidnya. Syahadat untuk hanya tunduk, taat dan patuh beribadah kepada Allah azza wa jalla saja. Sedangkan ittiba’ sejatinya adalah manifestasi syahadat risalahnya. Syahadat untuk hanya mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa menimbang-nimbangnya lagi dengan akal dan perasaannya.

Hakekat Taslim

Taslim atau istislam adalah tunduk, taat dan menerima apa saja yang datang dari Allah azza wa jalla dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa saja yang datang baik itu berupa perintah maupun larangan, tidak ada yang ditentang. Perintah dilaksanakan sebatas maksimal kemampuan dan larangan  dijauhi. Semua dimanifestasikan secara lahir-batin.

Allah subuhanahu wa ta’ala berfirman,
Maka demi Rabb-Mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap  perkara yang mereka perselisihkan,  kemudian mereka tidak mendapati di dalam hati meraka suatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa: 65)

Keputusan Allah dan Rasul-Nya adalah yang terbaik, meskipun terkadang terasa berat dan tidak enak. Pun Allah azza wa jalla telah mengatakan kepada kita,
...boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi kita. Dalam setiap ketetapan-Nya ada hikmah yang dalam. Hikmah yang boleh jadi tidak kita  ketahui. Baik kiranya kita merenungkan pernyataan Muhammad bin Shyihab Az-Zuhry berikut ini: “Risalah datang dari Allah ‘azza wa jalla. Rasul bertugas menyampaikan dan kita berkewajiban untuk menerima.

Hakekat Ittiba’

Ittiba’ adalah mengikuti Nabi shallallahu ‘alahi wasallam. Beliau adalah utusan Allah subuhanahu wa ta’ala yang paling tahu tentang maksud Allah subuhanahu wa ta’ala yang tersurat maupun yang tersirat dalam kalam-Nya. Karenanya para salaful ummah sepakat jika tidak ada ayat al-Qur’an yang makna dan maksudnya melainkan semuanya telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka tidak ada seorang pun yang boleh membantahnya. Semua mesti mengikuti petunjukkanya. Inilah hakekat ittiba’. Sesuatu yang akan mengantarkan kita pada mahabbatullah.

Allah azza wa jalla, berfirman,
Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, berittiba’lah kepadaku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali-Imran: 31)

Imam Syafi’i rahimahullah berkata,”Aku beriman kepada Allah ‘azza wa jalla dan apa yang ada di dalam Kitabullah sebagaiamana  dikehendaki oleh Allah ‘azza wa jalla. Dan aku beriman kepada Rasullullah dan apa saja yang datang dari-Nya sesuai dengan yang dimaksud oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Imam Ahmad  rahimahullah berkata, “Kuamati Mushhaf dan kudapati perintah untuk menaati Rasulullah ada 33 tempat.” Kemudian beliau membaca, “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa fitanh atau adzab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63) Imam Ahmad mengulang-ulangi ayat itu. Kemudian beliau ditanya, apakah yang dimaksud fitnah? Beliau menjawab bahwa fitnah itu syirik, ialah jika seseorang menolak sebagian perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bisa jadi di hatinya ada sedikit penyimpangan sehingga hatinya menyimpang dan celakalah dia.

Imam Ahmad rahimahullah juga pernah diberitahukan adanya orang-orang yang menomorduakan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan memilih pendapat Sufyan bin ‘Uyainah. Beliau berkata, “Saya heran  dengan adanya orang-orang yang mendengar hadits , mengetahui isnad, dan keshahihannya namun dia meninggalkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memilih pendapat Sufyan bin Uyainah dan yang lain padahal Allah Subuhanahu Wa Ta’ala telah berkalam, “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa fitanh atau adzab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63)

Waspadai Perayaan Orang Kafir yang Dapat Mengikis Taslim dan Ittiba’mu!

Saat ini kita menghadapi fitnah (ujian) dengan perayaan orang-orang kafir (Natal, Tahun Baru, dll), maka waspadalah! Jangan sampai kita terjebak dan tasyabbuh (ikut-ikutan/latah) dengan euvoria mereka termasuk dalam perkara-perkara kecil seperti mengucapkan selamat kepada mereka. Sebab barangsiapa yang mengikuti selain Allah dan Rasul-Nya, berarti ia mengikuti kebatilan. Ingat, kembalikan pada al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Allah subuhanahu wa ta’ala berfirman,
Wahai orang-orang beriman janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu), mereka satu sama lain saling melindungi. Barangsiapa diantara kamu menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya mereka termasuk golongan mereka. Sungguh Allah tidak memberi petunjuk kepada orang zalim.” (QS.Al-Maidah: 51)

Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak pernah kami perintahkan maka perbuatan itu tertolak.” (Muttafaqun ‘alaih)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

Rasulullah juga bersabda, “Apa-apa yang aku larang maka jauhilah dia dan perkara apapun yang aku perintahkan maka kerjakanlah sebatas kemampuanmu.”(HR. Bukhari Muslim)

Semoga Allah melindungi kita dari makar orang-orang kafir dan meneguhkan hati kita untuk bangga dengan Islam.

Wallahu Muwaffiq

Ibnu Mai al-Buthony as-Siompuny

Tidak ada komentar:

Posting Komentar