Segala puji bagi Allah, Yang merajai pada
hari pembalasan. Salawat dan keselamatan semoga selalu terlimpah
kepada Rasul akhir zaman, yang mengajak meniti jalan yang lurus menuju
negeri keabadian yang dengan penuh kenikmatan. Amma ba’du.
Seringkali kita tertipu oleh pandangan
sekilas. Sesuatu -yang belum jelas- menjadi tergambar indah dan
menyenangkan dengan sekilas pandangan, padahal hanya sekilas saja.
Namun, kalau diteliti dan dicermati dampak-dampaknya serta
ujung-ujungnya, maka kebalikannya justru yang dijumpai; kesedihan,
penyesalan dan penderitaan berkepanjangan. Subhanallah!
Oleh sebab itu, saudaraku… kehidupan dunia dengan seabrek tipuan dan sejuta kepalsuan ini tidak selayaknya melupakan seorang muslim akan hakekat yang sebenarnya dari hidup yang dijalaninya. Kita yakini bersama, hidup kita di alam dunia ini pasti berakhir, tidak kekal selamanya. Setelah itu, kita akan memasuki alam akherat… Ya, alam pembalasan pahala atau penjatuhan hukuman! Maka, kita harus cerdik dan sabar. Cerdik dalam menyikapi segala macam kepalsuan tersebut agar kita tidak tertipu olehnya. Dan sabar dalam menahan godaan yang menggiurkan dari para penebar kebatilan.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “(Allah) Yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian siapakah di antara kalian yang terbaik amalnya.” (QS. al-Mulk: 2). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan kehidupan dunia tidak lain adalah kesenangan yang palsu.” (QS. al-Hadid: 20). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah;
Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, ia pasti menemui
kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui
yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepada kamu apa yang telah
kamu kerjakan.” (QS. al-Jumu’ah: 8). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah
kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga begitu saja, sementara
Allah belum mengetahui (membuktikan) siapakah orang-orang yang
bersungguh-sungguh di antara kalian dan mengetahui siapakah orang-orang
yang bersabar.” (QS. Ali Imran: 142)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Keberuntungan
paling besar di dunia ini adalah kamu menyibukkan dirimu di sepanjang
waktu dengan perkara-perkara yang lebih utama dan lebih bermanfaat
untukmu kelak di hari akherat. Bagaimana mungkin dianggap berakal,
seseorang yang menjual surga demi mendapatkan sesuatu yang mengandung
kesenangan hanya sesaat? Orang yang benar-benar mengerti hakekat hidup
ini akan keluar dari alam dunia dalam keadaan belum bisa menuntaskan
dua urusan; menangisi dirinya sendiri -akibat menuruti hawa nafsu tanpa
kendali- dan menunaikan kewajiban untuk memuji Rabbnya. Apabila kamu
merasa takut kepada makhluk maka kamu akan merasa gelisah karena
keberadaannya dan menghindar darinya. Adapun Rabb (Allah) ta’ala,
apabila kamu takut kepada-Nya niscaya kamu akan merasa tentram karena
dekat dengan-Nya dan berusaha untuk terus mendekatkan diri kepada-Nya.” (al-Fawa’id, hal. 34)
Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah membimbing kita di atas jalan-Nya- tiada bahagia tanpa takwa kepada-Nya. Sementara, takwa itu mencakup tiga tingkatan:
- Menjaga hati dan anggota tubuh dari perbuatan dosa dan keharaman. Apabila seseorang melakukan hal ini hatinya akan tetap hidup.
- Menjaga diri dari perkara-perkara yang makruh/dibenci. Apabila seseorang melakukan hal ini hatinya akan sehat dan kuat.
- Menjaga diri dari berlebih-lebihan -dalam perkara mubah- dan segala urusan yang tidak penting. Apabila seseorang melakukan hal ini hatinya akan diliputi dengan kegembiraan dan sejuk dalam menjalani ketaatan (lihat al-Fawa’id, hal. 34). Allahul musta’aan.
Diambil dari : http://abumushlih.com/sekarang-dan-masa-depan.html/
Oleh: Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi, staf pengajar Ma’had Al-Ilmi
Oleh: Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi, staf pengajar Ma’had Al-Ilmi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar