Selasa, 17 April 2012

Arti Sebuah Istiqamah


Dalam perjalanan dakwah dan perjuangan ini, seringkali ujian datang mendera. Lebih tak menentu dibanding datangnya hujan saat musim kemarau atau datangnya panas saat hujan telah berbuah banjir. Seringkali kita merasa kecewa, sangat kecewa. Barangkali karena orang kepercayaan yang mengkhianati kita, fitnah yang datang bertubi-tubi menerjang, atau sesuatu yang luput dari genggaman, juga boleh jadi karena jodoh yang tak kunjung datang menyiram gersangnya penantian. Saat itu, kita banyak berandai dan berkhayal. Senandainya dulu begini, seandainya dulu begitu, sekiranya ini yang kutempuh, hingga tidak jarang yang menguasai diri kita adalah penyesalan dan kekecewaan berlebihan terhadap keadaan. Padahal bukankah itu berarti kita tidak beriman pada takdir dan juga bukankah seluruh andai-andai merupakan pintu masuk syaithan?


Kita kadang lupa bahwa kehidupan ini adalah tempat ujian. Tempat penempahan bagi ummat manusia untuk diketahui seberapa besar keistiqamahan mereka terhadap ikrar yang telah diucapkan kepada Allah saat Allah akan meniupkan roh pada jasad kita dalam kandungan ibu kita.

Saat ikrar itu telah terbahasakan, maka kita harus siap dengan konsekuensinya yakni ujian. Bukan berarti kita pasrah tanpa usaha, merelakan diri terombang-ambing dalam ketidakpastian, terhempas dalam keputuasahan shingga kegelapan pikiran yang selalu mendominasi lahirnya keputusan kita.

Lupakah, bahwa hidup ini seimbang dikarenakan ada padanya dua kutub yang berbeda dan saling berlawanan? Engkau kan temukan ada siang ada pula malam, ada tangis juga ada tawa, ada kebajikan ada kejahatan ada kesuksesan ada kegagalan dan sebagainya. Kita tidak akan pernah bisa menjalani salah satunya saja, tidak akan bisa hanya bahagia terus yang ada dalam setiap episode hidup kita, juga tidak bisa kesedihan terus yang menjadi langganan tiap detik hembusan nafas kita. Selalu berganti dan terus berputar, tinggal dilihat bagaimana cara kita bersikap menghadapi dua kenyataan berlawanan ini.

Ketahuilah, medan dakwah itu menuntut pengorbanan dan kerja keras. Ia adalah medan yang selalu bergejolak dan siap menghempaskan mereka-mereka yang coba masuk dalam pusarannya dengan bermodalkan semangat semata. Berbeda dengan mereka yang bergerak dengan hati yang ikhlas semata mengharap ridha Allah, ikhlas itulah yang akan menancap dan memperkokohkannya untuk tetap berada dalam medan dakwah meski pusaran itu berputar kuat mencoba menghempaskan.

Dalam situasi inilah kita butuh istiqamah, kita butuh “iltizam” agar keteguhan pada ajaran Islam baik dalam hal aqidah, amal dan perilaku sealu lurus dan tidak menyimpang dari jalan penghambaan kepada Allah subuhanahu wa ta’ala.

Kenapa Kita Butuh Istiqamah?

Pertama. Orang yang istiqamah tidak ada rasa takut dan mereka tidak pernah merasa sedih. Allah ta’ala berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Raab kami adalah Allah, lalu mereka istiqamah, maka tidak ada rasa takut  atas mereka dan tidaklah mereka merasa sedih. Mereka itulah para penghuni surge, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Ahqaf: 13-14)

Orang yang istiqamah, saat orang lain merasa takut, resah dan gelisah ia tetap dalam keadaan aman dan nyaman karena ia istiqamah di atas agama Allah Azza wa Jalla. Hatinya telah terpenuhi cinta pada Allah, pengagungan dan prasangka baik terhadap-Nya. Begitu pula dipenuhi dengan tawakkal, keyakinan akan janji-Nya serta kebergantungan pada negeri akhirat dan segala yang dijanjikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh. Maka ia tidak menjadi takut oleh apa yang membuat manusia lainnya menjadi takut. Entah itu berupa penyakit, kemiskinan, musuh, kegelisahan, kesedihan atau apapun dalam kehidupan ini.

Demikian pula di akhirat. Allah membuatnya merasa aman dari rasa takutnya. Allah menyejukkan matanyam dan segala kedahsyatan Hari Kiamat yang membuat manusia lain meresa takut justru menjadi hal menyejukkan matanya. Ia merasakan keamanan dan kenyamanan, sebagaimana dikatan Allah Ta’ala.
“ Keterkejutan yang maha besar itu tak membuat mereka bersedih, dan para malaikat menyambut mereka 9sembari mengatakan)” ‘Inilah hari yang dahulu dijanjikan kepada kalian’.” (QS. Al-Anbiya’: 103)

Ini adalah janji Allah Ta’ala, Dzat yang tak akan pernah mengingkari janji-Nya. Sebuah janji yang mulia dan kabar gembira yang agung dari-Nya untuk para penempuh jalan istiqamah.

Kedua. Orang yang istiqamah akan mendapatkan Cinta Allah Ta’ala. Allah ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang melakukan kebaikan.” (QS. Al-Baqarah:195)

Allah juga berfirman:
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang banyak bertaubat dan mencintai orang yang suka bersuci.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Allah juga berfirman:
Dan Allah mencintai orang-orang yang bersabar.” (QS. Ali Imran: 159)

Para penempuh jalan istiqamah adalah mereka yang berbuat baik dalam ibadah dan muamalah mereka. Mereka juga adalah orang-orang yang banyak bertaubat kepada Allah dan mensucikan lahir dan batin. Mereka juga adalah orag-orang yang sabar di atas ketaatan pada Allah meninggalkan kemaksiatan  pada Allah, serta menghadapi takdir-takdirNya yang menyakitkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits Qudsi:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengatakan. “Dan tidaklah hamba-Ku selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan malakukan (ibadah-ibadah) sunnah hingga Aku mencintainya…” (HR. Bukhari)

Dan manusia yang paling banyak melakukan amal-amal sunnah adalah mereka para penempuh jalan istiqamah.

Ketiga, kabar gembira bagi mereka di dunia dan akhirat. Allah subuhanahu wa ta’ala berfirman,
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Rabb kami adalah Allah, lalu mereka istiqamah, akan turun kepada mereka malaikat (yang mengatakan): “Jangan kalian takut dan bersedih, dan bergembirah dengan syurga yang telah dijanjikan kepada kalian.” (QS. Fushilat: 30)

Ini adalah janji Allah Ta’ala dan  ia adalah kabar gembira, pemuliaan, penjagaan, perlindungan dan syafaat (bagi para penempuh jalan istiqamah). Untuk siapa? Untuk orang-orang yang mengatakan: “Raab kami adalah Allah”, lalu mereka istiqamah di atas itu.

Apa balasannya? Akan turun kepada mereka para malaikat dan menyampaikan: “janganlah kalian meresa takut” menghadapi apa yang ada dihadapan kalian. “Janganlah kalian merasa sedih” terhadap apa yang telah berlalu dibelakang kalian. “Dan bergembiralah” dengan apa yang dijanjikan Rabb kalian Subuhanahu wa Ta’ala.

Maka para malaikat turun kepada mereka saat menjelang kematian, saat kebangkitan dari liang kubur, saat pengumpulan di padang mahsyar, saat hisab hingga saat masuk kedalam syurga malaikat adakan bersama mereka, sebagaimana dikatakan oleh para ahli tafsir.

Dan balasan yang diperoleh tentu akan setimpal dengan jenis amalan (yang dikerjakan). Mereka telah istiqamah dan teguh di atas agama Allah Ta’ala serta menjaga berbagai perintah Allah di dunia, maka Allah pun menjaga dan meneguhkan mereka di akhirat. Para malaikat pun telah mengenal mereka  di dunia dengan ketaatan, keistiqamahan dan banyaknya ibadah mereka, maka para malaikat pun menjaga dan menolong mereka saat kematian menjemput mereka, ketika dibangkitkan dan dikumpulkan pada hari akhir. Malaikat bersama mereka, menemani kesendirian mereka di dalam kubur dan sangkakala ditiupkan. Membuat mereka merasa aman di Hari Kebangkitan dan pengumpulan manusia. Malaikat menemani mereka saat menyebrangi shirath hingga memasukkan mereka ke dalam syurga yang dipenuhi dengan kenikmaan.

Maka selamat untuk para penempuh jalan istiqamah dengan kabar gembira yang sangat agung ini, di saat-saat yang sangat menakutkan dan mengerikan itu, yang tidak akan dapat teguh di sana kecuali orang yang dieguhkan Allah Azza wa Jalla, sebagaimana firman-Nya:
Allah akan meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang teguh di kehidupan dunia ini dan akhirat.” (QS. Ibrahim: 3)

Keempat. Istiqamah adalah obat GALAU. Salah satu keutamaan istiqamah adalah keselamatan dari kebingungan, keraguan, kegelisahan, dan penyakit kejiwaan lainnya.

Para penempuh jalan istiqamah sungguh telah mengetahui banyak persoalan, masalah, hukum-hukum syari’at, tanda-tanda zaman, serta apa yang dikabarkan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa peristiwa dan perseteruan antara yang haq dan yang bathil. Maka orang yang istiqamah mengetahui apapaun yang erjadi dan dihadapi seorang muslim dalam hidup ini berupa sakit, rasa takut, musibahh, dan apapun yang terjadi pada manusia baik kegembiraan dan kesusahan, tidak lain adalah qadha dari Allah subuhanahu wa ta’ala.

Berbeda dengan orang yang tidak istiqamah, kita akan menemukan ia senanti ada berada dalam kegundahan, keraguan, kegelisahan dan kebingungan. Ia tidak memahami banyak persoalan dan peristiwa yang terjadi pada hari ini dan tidak mengetahui sedikitpun apa yang dikabarkan oleh nabi shallahu ‘alaihi wa sallam. Iaman kepada qadha dan qadhar telah hilang  dari benaknya, begitu pula ia lupa bahwa masa dean adalah milik agama ini dan kemenagan adalah milik orang yang bertaqwa.

Allah Ta’ala berfirman,
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah ertulis dalam kitab  (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadiid: 22)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Allah Ta’ala telah menuliskan takdir-takdir semua makhluk sebelum ia menciptakan langit dan bumi 50.000 tahun, dan adalah ‘Arsy-Nya di atas air.” (HR. Muslim dan yang lainnya)

Olehnya itu, abaikan dan hempaskan keluh dan kata-kata menyerah, begitu luas bumi dan karunia Allah. Hidangkan pada jiwa ini kalimat penggugah dari perbendaharaan orang-orang bijak. Mereka berkata “Sepakat orang-orang pandai dari semua kalangan bahwa tidak ada ‘nikmat’ yang bisa di raih dengan kenikmatan. Tidak akan merasakan “istrahat” orang yang tidak punya himmah. Tidak akan merasakan “kelezatan” orang yang tidak pernah bersusah payah. Siapa yang “istrahat” sekarang ia tidak akan istrahat di kemudian hari. Sebaliknya, siapa yang bersusah payah dengan memikul kesulitan untuk suatu tujuan, maka ia akan istrahat dan bergembira. Bahkan siapa yang belelah-lelah sesaat saja maka ia akan istrahat dalam waktu yang lama. Dan siapa yang bertahan dalam kesabaran sesaat maka ia akan mendapatkan kenikmatan abadi…!”.Isitiqamahlah!

Wallahu Ta’ala A’lam

Ali Hizaam, 26 Jumadil Ula 1433 H
Al Fakir Abdullah al Buthony

 Referensi
-          Kitaab Al-Istiqamah; Fadha’iluha wa Mu’awwiqutuha, oleh Syaikh Musnid al-Qahthany
-          Al Bashirah Edisi 07 Tahun II Rabi’ul-sani 1429 H  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar