Dalam perjalanan dakwah dan perjuangan ini, seringkali ujian datang mendera. Lebih tak menentu dibanding datangnya hujan saat musim kemarau atau datangnya panas saat hujan telah berbuah banjir. Seringkali kita merasa kecewa, sangat kecewa. Barangkali karena orang kepercayaan yang mengkhianati kita, fitnah yang datang bertubi-tubi menerjang, atau sesuatu yang luput dari genggaman, juga boleh jadi karena jodoh yang tak kunjung datang menyiram gersangnya penantian. Saat itu, kita banyak berandai dan berkhayal. Senandainya dulu begini, seandainya dulu begitu, sekiranya ini yang kutempuh, hingga tidak jarang yang menguasai diri kita adalah penyesalan dan kekecewaan berlebihan terhadap keadaan. Padahal bukankah itu berarti kita tidak beriman pada takdir dan juga bukankah seluruh andai-andai merupakan pintu masuk syaithan?
Kita
kadang lupa bahwa kehidupan ini adalah tempat ujian. Tempat penempahan bagi
ummat manusia untuk diketahui seberapa besar keistiqamahan mereka terhadap
ikrar yang telah diucapkan kepada Allah saat Allah akan meniupkan roh pada
jasad kita dalam kandungan ibu kita.
Saat
ikrar itu telah terbahasakan, maka kita harus siap dengan konsekuensinya yakni
ujian. Bukan berarti kita pasrah tanpa usaha, merelakan diri terombang-ambing
dalam ketidakpastian, terhempas dalam keputuasahan shingga kegelapan pikiran
yang selalu mendominasi lahirnya keputusan kita.
Lupakah,
bahwa hidup ini seimbang dikarenakan ada padanya dua kutub yang berbeda dan
saling berlawanan? Engkau kan temukan ada siang ada pula malam, ada tangis juga
ada tawa, ada kebajikan ada kejahatan ada kesuksesan ada kegagalan dan
sebagainya. Kita tidak akan pernah bisa menjalani salah satunya saja, tidak
akan bisa hanya bahagia terus yang ada dalam setiap episode hidup kita, juga
tidak bisa kesedihan terus yang menjadi langganan tiap detik hembusan nafas
kita. Selalu berganti dan terus berputar, tinggal dilihat bagaimana cara kita
bersikap menghadapi dua kenyataan berlawanan ini.
Ketahuilah,
medan dakwah itu menuntut pengorbanan dan kerja keras. Ia adalah medan yang
selalu bergejolak dan siap menghempaskan mereka-mereka yang coba masuk dalam
pusarannya dengan bermodalkan semangat semata. Berbeda dengan mereka yang
bergerak dengan hati yang ikhlas semata mengharap ridha Allah, ikhlas itulah
yang akan menancap dan memperkokohkannya untuk tetap berada dalam medan dakwah
meski pusaran itu berputar kuat mencoba menghempaskan.
Dalam
situasi inilah kita butuh istiqamah, kita butuh “iltizam” agar keteguhan pada ajaran Islam baik dalam hal aqidah,
amal dan perilaku sealu lurus dan tidak menyimpang dari jalan penghambaan
kepada Allah subuhanahu wa ta’ala.
Kenapa Kita Butuh Istiqamah?
Pertama.
Orang yang istiqamah tidak ada rasa takut dan mereka tidak pernah merasa sedih.
Allah ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
“Raab kami adalah Allah, lalu mereka istiqamah, maka tidak ada rasa takut atas mereka dan tidaklah mereka merasa sedih.
Mereka itulah para penghuni surge, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan
atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Ahqaf: 13-14)
Orang
yang istiqamah, saat orang lain merasa takut, resah dan gelisah ia tetap dalam
keadaan aman dan nyaman karena ia istiqamah di atas agama Allah Azza wa Jalla.
Hatinya telah terpenuhi cinta pada Allah, pengagungan dan prasangka baik
terhadap-Nya. Begitu pula dipenuhi dengan tawakkal, keyakinan akan janji-Nya
serta kebergantungan pada negeri akhirat dan segala yang dijanjikan Allah
kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh. Maka ia tidak menjadi takut oleh apa yang
membuat manusia lainnya menjadi takut. Entah itu berupa penyakit, kemiskinan,
musuh, kegelisahan, kesedihan atau apapun dalam kehidupan ini.
Demikian
pula di akhirat. Allah membuatnya merasa aman dari rasa takutnya. Allah
menyejukkan matanyam dan segala kedahsyatan Hari Kiamat yang membuat manusia
lain meresa takut justru menjadi hal menyejukkan matanya. Ia merasakan keamanan
dan kenyamanan, sebagaimana dikatan Allah Ta’ala.
“ Keterkejutan yang maha besar itu
tak membuat mereka bersedih, dan para malaikat menyambut mereka 9sembari
mengatakan)” ‘Inilah hari yang dahulu dijanjikan kepada kalian’.”
(QS. Al-Anbiya’: 103)
Ini
adalah janji Allah Ta’ala, Dzat yang tak akan pernah mengingkari janji-Nya.
Sebuah janji yang mulia dan kabar gembira yang agung dari-Nya untuk para
penempuh jalan istiqamah.
Kedua.
Orang yang istiqamah akan mendapatkan Cinta Allah Ta’ala. Allah ta’ala
berfirman:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
melakukan kebaikan.” (QS. Al-Baqarah:195)
Allah
juga berfirman:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang banyak bertaubat dan mencintai orang yang suka bersuci.” (QS.
Al-Baqarah: 222)
Allah
juga berfirman:
“Dan Allah mencintai orang-orang yang
bersabar.” (QS. Ali Imran: 159)
Para
penempuh jalan istiqamah adalah mereka yang berbuat baik dalam ibadah dan
muamalah mereka. Mereka juga adalah orang-orang yang banyak bertaubat kepada
Allah dan mensucikan lahir dan batin. Mereka juga adalah orag-orang yang sabar
di atas ketaatan pada Allah meninggalkan kemaksiatan pada Allah, serta menghadapi takdir-takdirNya
yang menyakitkan.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
dalam hadits Qudsi:
“Sesungguhnya
Allah Ta’ala mengatakan. “Dan tidaklah hamba-Ku selalu mendekatkan diri
kepada-Ku dengan malakukan (ibadah-ibadah) sunnah hingga Aku mencintainya…”
(HR. Bukhari)
Dan
manusia yang paling banyak melakukan amal-amal sunnah adalah mereka para
penempuh jalan istiqamah.
Ketiga,
kabar gembira bagi mereka di dunia dan akhirat. Allah subuhanahu wa ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan
Rabb kami adalah Allah, lalu mereka istiqamah, akan turun kepada mereka
malaikat (yang mengatakan): “Jangan kalian takut dan bersedih, dan bergembirah
dengan syurga yang telah dijanjikan kepada kalian.” (QS. Fushilat: 30)
Ini
adalah janji Allah Ta’ala dan ia adalah
kabar gembira, pemuliaan, penjagaan, perlindungan dan syafaat (bagi para
penempuh jalan istiqamah). Untuk siapa? Untuk orang-orang yang mengatakan: “Raab kami adalah Allah”, lalu mereka
istiqamah di atas itu.
Apa balasannya? Akan turun
kepada mereka para malaikat dan menyampaikan: “janganlah kalian meresa takut” menghadapi apa yang ada dihadapan
kalian. “Janganlah kalian merasa sedih”
terhadap apa yang telah berlalu dibelakang kalian. “Dan bergembiralah” dengan apa yang dijanjikan Rabb kalian Subuhanahu wa Ta’ala.
Maka
para malaikat turun kepada mereka saat menjelang kematian, saat kebangkitan
dari liang kubur, saat pengumpulan di padang mahsyar, saat hisab hingga saat
masuk kedalam syurga malaikat adakan bersama mereka, sebagaimana dikatakan oleh
para ahli tafsir.
Dan
balasan yang diperoleh tentu akan setimpal dengan jenis amalan (yang
dikerjakan). Mereka telah istiqamah dan teguh di atas agama Allah Ta’ala serta
menjaga berbagai perintah Allah di dunia, maka Allah pun menjaga dan meneguhkan
mereka di akhirat. Para malaikat pun telah mengenal mereka di dunia dengan ketaatan, keistiqamahan dan
banyaknya ibadah mereka, maka para malaikat pun menjaga dan menolong mereka
saat kematian menjemput mereka, ketika dibangkitkan dan dikumpulkan pada hari
akhir. Malaikat bersama mereka, menemani kesendirian mereka di dalam kubur dan
sangkakala ditiupkan. Membuat mereka merasa aman di Hari Kebangkitan dan pengumpulan
manusia. Malaikat menemani mereka saat menyebrangi shirath hingga memasukkan
mereka ke dalam syurga yang dipenuhi dengan kenikmaan.
Maka
selamat untuk para penempuh jalan istiqamah dengan kabar gembira yang sangat
agung ini, di saat-saat yang sangat menakutkan dan mengerikan itu, yang tidak
akan dapat teguh di sana kecuali orang yang dieguhkan Allah Azza wa Jalla,
sebagaimana firman-Nya:
“Allah akan meneguhkan orang-orang yang
beriman dengan perkataan yang teguh di kehidupan dunia ini dan akhirat.”
(QS. Ibrahim: 3)
Keempat.
Istiqamah adalah obat GALAU. Salah satu keutamaan istiqamah adalah keselamatan
dari kebingungan, keraguan, kegelisahan, dan penyakit kejiwaan lainnya.
Para
penempuh jalan istiqamah sungguh telah mengetahui banyak persoalan, masalah, hukum-hukum
syari’at, tanda-tanda zaman, serta apa yang dikabarkan oleh nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam berupa peristiwa dan perseteruan antara yang haq dan yang bathil. Maka
orang yang istiqamah mengetahui apapaun yang erjadi dan dihadapi seorang muslim
dalam hidup ini berupa sakit, rasa takut, musibahh, dan apapun yang terjadi
pada manusia baik kegembiraan dan kesusahan, tidak lain adalah qadha dari Allah
subuhanahu wa ta’ala.
Berbeda
dengan orang yang tidak istiqamah, kita akan menemukan ia senanti ada berada
dalam kegundahan, keraguan, kegelisahan dan kebingungan. Ia tidak memahami
banyak persoalan dan peristiwa yang terjadi pada hari ini dan tidak mengetahui
sedikitpun apa yang dikabarkan oleh nabi shallahu
‘alaihi wa sallam. Iaman kepada qadha dan qadhar telah hilang dari benaknya, begitu pula ia lupa bahwa masa
dean adalah milik agama ini dan kemenagan adalah milik orang yang bertaqwa.
Allah
Ta’ala berfirman,
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi
dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah ertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadiid: 22)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Allah Ta’ala telah menuliskan takdir-takdir
semua makhluk sebelum ia menciptakan langit dan bumi 50.000 tahun, dan adalah ‘Arsy-Nya
di atas air.” (HR. Muslim dan yang lainnya)
Olehnya
itu, abaikan dan hempaskan keluh dan kata-kata menyerah, begitu luas bumi dan
karunia Allah. Hidangkan pada jiwa ini kalimat penggugah dari perbendaharaan
orang-orang bijak. Mereka berkata “Sepakat
orang-orang pandai dari semua kalangan bahwa tidak ada ‘nikmat’ yang bisa di
raih dengan kenikmatan. Tidak akan merasakan “istrahat” orang yang tidak punya himmah.
Tidak akan merasakan “kelezatan” orang yang tidak pernah bersusah payah. Siapa yang
“istrahat” sekarang ia tidak akan istrahat di kemudian hari. Sebaliknya, siapa yang
bersusah payah dengan memikul kesulitan untuk suatu tujuan, maka ia akan
istrahat dan bergembira. Bahkan siapa yang belelah-lelah sesaat saja maka ia
akan istrahat dalam waktu yang lama. Dan siapa yang bertahan dalam kesabaran
sesaat maka ia akan mendapatkan kenikmatan abadi…!”.Isitiqamahlah!
Wallahu Ta’ala A’lam
Ali Hizaam, 26
Jumadil Ula 1433 H
Al Fakir Abdullah
al Buthony
Referensi
-
Kitaab Al-Istiqamah; Fadha’iluha wa Mu’awwiqutuha, oleh Syaikh Musnid
al-Qahthany
-
Al Bashirah Edisi 07 Tahun II Rabi’ul-sani
1429 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar